Rabu, 24 Agustus 2011

Cerita Anak Domba


Di suatu peternakan hiduplah anak domba bersama kakak-kakaknya, adik-adiknya, dan ibunya. Anak domba ini sangat lucu dan baik hati. Ia selalu memberikan pak tani bulu-bulu terbaiknya. Di antara semua ternak yang dimiliki pak tani, anak domba ini tergolong yang paling tidak pernah berbuat hal yang aneh-aneh. Anak domba selalu berusaha menjadi anak yang baik bagi ibunya, adik yang penurut bagi kakak-kakaknya, kakak yang baik bagi adiknya, dan teman ‘sepeternakan’ yang baik bagi ternak yang lain.

Pada suatu hari, pak tani sekeluarga pergi ke kota selama 4 hari. Bagi ternak seperti domba, mereka mampu menemukan makanannya sendiri karena mereka dilepas di tanah lapang penuh rumput yang diberi pagar kokoh dan tinggi sehingga tidak ada hewan liar lain yang akan memangsa mereka. Namun tidak bagi kucing. Ditinggal begitu saja disaat ia seharusnya mendapat makan.

Di malam hari pertama, anak domba mendengar suara mengeong dari kucing yang kelaparan. Anak domba pun menghampirinya dan menanyakan apa yang bisa ia bantu. Kucing itu bilang ia mau masuk ke rumah pak tani untuk mengambil makan karena ia sangat kelaparan sekali. Awalnya anak domba bingung apakah ia harus membantu kucing itu atau tidak. Akhirnya anak domba itu membantu anak kucing mendobrak pintu rumah pak tani. Pintu itu terbuka dan anak domba berpesan kepada kucing agar jangan lupa menutup pintu dari dalam agar tidak terlalu kelihatan bahwa pintu itu habis didobrak. Kucing mengangguk dan berjanji bahwa ia tidak akan mengadu pada pak tani bahwa domba yang mendobrak pintu.

Empat hari berlalu, pak tani sekeluarga pun pulang. Saat memasuki rumah, ia bingung karena pintu rumahnya tidak tertutup rapat. Saat masuk ke dalam rumah, pak tani lebih kaget lagi karena ada bulu kucing dimana-mana, dapur yang berantakan dan juga ada bekas makanan berceceran. Pak tani langsung memanggil ibu domba sebagai pimpinan para ternak disana. Ibu domba dimarahi karena dianggap tidak mampu menjaga dan mengawasi semua tindakan para ternak.

Saat pulang ke kandangnya, ibu domba mendapati si anak domba yang berdiam di sudut sambil menangis. Anak domba itu pun bercerita bahwa ia yang mendobrak pintu rumah pak tani. Ibu domba kaget, tidak percaya dan sedikit kecewa serta bertanya-tanya mengapa anak domba mau diminta tolong mendobrak pintu padahal anak domba tidak akan mendapat untung apa-apa bila ia membantu si kucing. Tapi si anak domba menjelaskan bahwa ia tidak punya alasan untuk menolak permintaan kucing dan si anak domba pun tidak bisa mendapatkan jalan keluar lain untuk membantu kucing saat itu. Anak domba itu menangis di depan ibunya, minta maaf dan benar-benar merasa bersalah karena membawa buruk nama domba selama ini. Kakak-kakak dan adik-adik domba menghiburnya bahwa memang wajar saja kalau ia melakukan itu karena memang selama ini si anak domba tidak pernah bisa menolak permintaan bila ia merasa masih mampu menolong. Anak domba pun merasa bersalah sekali kepada kucing.

Pak tani sangat marah pada kucing dan hampir mau menghukum dengan mengusir si kucing. Tapi ibu domba membantu kucing dengan cara menurunkan emosi pak tani. Ibu domba sebagai pimpinan ternak berdiplomasi pada pak tani untuk tidak menghukum berat ternak manapun. Ia berkata pada pak tani bahwa selama ini kucing sangat berjasa menjaga anak-anak untuk tidak bermain terlalu jauh. Kucing juga sering menjadi teman pak tani dan sekeluarga ketika mereka senang ataupun susah. Alangkah baiknya jika pak tani mau memaafkan kucing, tidak mengusirnya. Kucing toh tidak akan melakukan itu jika pak tani sudah menyiapkan makanan bagi kucing sebelum pergi ke kota.

Sementara itu, si anak domba semakin merasa bersalah. Ia yang membantu mendobrak pintu namun sampai saat ini kucing belum mengungkapkannya pada pak tani. Ia bertanya pada ibu dan saudara-saudaranya apakah yang harus ia lakukan guna menebus kesalahannya dan untuk mengurangi rasa bersalahnya ke keluarga domba maupun kepada pak tani. Ibu domba ‘menghukum’ si anak domba tadi dengan diharuskan membuatkan selimut hangat dari bulu-bulu domba terbaik dan memberikannya pada pak tani sekeluarga. Ibu domba pun berkata pada si anak domba bahwa ia tidak akan menceritakan hal ini ke ternak yang lain.

Menurut kalian, di cerita ini siapakah yang salah? Apakah yang seharusnya di lakukan? Mungkinkah suatu saat pak tani tau bahwa anak domba yang mendobrak pintu rumahnya? Apa yang sebaiknya dilakukan oleh anak domba jika suatu hari nanti tersebar berita bahwa ia yang membantu kucing mendobrak pintu rumah pak tani?

Hmmm, sebenarnya cerita ini biasa saja sih. Yang membuat aku suka dengan cerita ini karena ini adalah kejadian nyata dan aku dombanya. hehehe... :)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Happy Cat Kaoani